Minggu, 25 Agustus 2013

Air Mata


Butir air dengan rasa asin menetes dari pucuk kelopak mata
Mengalir dalam pipi basah hendak pergi menuju dada
Engkau lukai mata hingga jatuh sebuah hujaman hebat yang sesak

Aku adalah buah penyesalan yang timbul dalam desak dada
Terluka oleh goresan pisau yang engkau toreh hingga perih terasa

Aku mengalir tanpa dosa
Timbul akibat penat dalam ruang hati yang tak berpenjara
Tetes demi tetes aku jatuh hingga sayup mata menampakan lenggahnya

Tidak bisakah engkau tak lukai perasaan agar aku berhenti mengalir
Daku pun punya letih dan lelah 

Yogyakarta
2013

Di Atas Sajadah





Di atas sajadah..
Aku menundukan kepala
Kening menyentuh bibir sajadah yang agung
Dan ia berkata: aku mencium bau dosa dari pikiranmu yang picik.

Sudah berapa lama aku tak mencium bau ini?
Aku benar-benar rindu bau wangi yang akan mengantarkanku ke surga
Wangi yang seharusnya kuciumi lima kali dalam sehari

Di atas sajadah..
Aku menumpahkan beribu-ribu liter air mata
Menumpahkan segala dosa dengan tangis yang tak terbendung
Terbayang-bayang dosa yang pernah kuperbuat pada-Mu
Rintihan tangis tumpah ruah dengan segala penyesalannya

Di atas sajadah..
Aku terbaring lemah tak berdaya
Kemudian bibir mengecup sajadah yang hening
Menyebut-nyebut asma-Mu yang agung

Kemudian bayangan sesosok orang besar mengerjam dalam mata
Terlihat ia memakai jubah putih berkainkan sutera
Mataku kabur tak dapat melihat dengan jelas

Semenit kemudian aku tak dapat melihat duniaku lagi
Yang aku lihat hanyalah cahaya putih dengan kemilau sinarnya.

-FNS-

Yogyakarta 2013

Sabtu, 24 Agustus 2013

Surat Embun




Senja bagai cinta yang temaram bagiku. Aku mencintainya.
Aku lahir di pagi hari. Tapi rapuh.
Aku mudah jatuh dan pecah.
Aku hanya mengandalkan daun sebagai tempatku bertahan.

Senja bagai rona keindahan bagi langit.
Aku tak pernah menemuinya, karena dia lahir aku sudah tiada, aku sudah pecah dan jatuh.

Senja bagai kolase kegembiraan yang hangat.
Aku mencintainya. Aku selalu berusaha bertahan demi melihatnya.
Namun, apa daya aku hanya ditakdirkan sebagai embun. Umurku tidak panjang dan rapuh.
Lalu purnama telah mengambilnya. Mengambil hati senja yang jingga.

-FNS-





Surat Senja




Aku ditakdirkan untuk menebar keindahan pada penutup sore hari.
Aku banyak dinanti dan dikagumi hamba-hamba yang bersahaja.
Sebuah kolase kebahagiaan berwarna jingga.

Tempatku di langit dan aku dapat melihat semuanya dari atas.
Melihat embun yang baru saja jatuh dari daunnya.
Bahkan aku dapat melihat purnama yang bersinar dengan eloknya.

Ya, aku mencintai purnama.
Purnama yang elok bersinar dengan tangguhnya.
Namun, ia selalu memandangiku saja.
Kita berada dalam satu tempat dan ketinggian yang sama, tapi ia hanya melihatku sesekali saja.

-FNS-

Surat Purnama




Malam, pekat dan gelap adalah tempatku bernaung.
Aku ditugaskan untuk menyinari alam pada gelapnya malam.
Aku adalah bulan bulat pada malam yang pekat.

Sinarku akan aku sebar kepada malam yang telah menuai kejahatan.
Agar terang menyinari pada gelap yang membisik jahat.
Agar hamba-hamba yang bersahaja itu dapat menggunakan sinarku untuk jalan pulang.

Aku berkedudukan tertinggi, aku dapat melihat semuanya dari atas.
Namun, aku tak mau congkak.
Aku hanya akan mencintai apa yang ada di bawahku.
Aku tak mau mencintai apa yang ada di sejajarku.

Aku hanya mencintai daun.
Namun, ia selalu sibuk mengurusi embun yang selalu mengabaikannya.
Ia tak pernah melihatku ke atas.

-FNS-

Surat Daun







 Aku hanyalah sebuah daun yang mudah layu.
Aku lahir dari sebuah ranting pohon yang kokoh.
Yang akarnya menjulur hingga sampai ke dalam tanah.

Aku hanya sebagai penyejuk di pagi hari
Yang menghasilkan oksigen bersih.
Tubuhku mudah gugur jika umurku sudah tua dan berwarna kecokelatan.

Aku hanya memiliki satu cinta yang terabaikan.
Cintaku pada embun yang rapuh.
Yang selalu kurengkuh

Aku selalu ada untuknya
Namun, ia tak pernah melihat sekelilingnya
Padahal cinta begitu dekat

Ia selalu melihat senja yang terlalu tinggi untuk didapatkan
Untuk apa mendongak ke atas jika cinta selalu ada di dekat kita?
Wahai, Embun
Aku memang tidak se-elok senja, namun aku mempunyai cinta yang engkau butuhkan.

-FNS-