Selasa, 05 Maret 2013

Kemudian, satu persatu rekaman cerita bermain dalam kepalaku; terselip cerita lama yang harus kubuka kembali dari sebuah permintaan.

Sebuah cangkir dan poci yang terbuat dari tanah liat kusandingkan bersama teh bubuk dan gula batu. Wangi melati perlahan menari di udara. Dalam setiap hirup kurasakan nyaman, dari tegukan demi tegukan yang melewati kerongkongan. Sedikit asam dan pahit berpadu dengan manis yang samar-samar. Kemudian, satu persatu rekaman cerita bermain dalam kepalaku. Terselip cerita lama yang harus kubuka kembali dari sebuah permintaan.

Hai langit, pria itu kembali muncul dalam pandanganku lagi. Pria yang seharusnya sudah kulupakan sejak empat tahun yang lalu. Dia mulai menampakan hatinya lagi. Hati yang dulu pernah singgah dalam singgasana cintaku. Pria yang dulu selalu bertahta untuk menguasai kerajaan cintaku.
Kini, dia mengenggam tanganku lagi, jemari-jemarinya menyelipkan ke dalam celah-celah rongga jemari tanganku. Lagi-lagi dia bercerita tentang kita yang dulu. Kita yang sebenarnya tidak pernah ada. Kita yang sebabkan luka namun tak pernah mengobati satu sama lain. Tawanya memang masih serenyah dulu, pandangan matanya masih setajam belati cintanya.

Namun, dalam pandanganku semuanya sudah lain. Aku menengadahkan wajah, Ku tatap bola matanya dalam-dalam tetap saja semuanya sudah berbeda. Ketika dia mengatakan sebuah permintaan yang tidak pernah Ku duga; dia menginginkan aku menjadi ratu penguasa hatinya. Lalu, aku membuka kembali sebuah cerita lama, yang dahulu benar-benar pahit. Sesosok yang dahulu tak pernah berikan aku jawaban ketika aku memintanya untuk menjadi raja cintaku yang benar-benar nyata.

Sekarang, satu persatu rekaman cerita pahit bermain dalam kepalaku. Entah apa yang harus Ku perbuat terhadap sebuah permintaan itu, semuanya sudah berbeda. Kamu terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar