Minggu, 15 September 2013

Last Post for Someone Out There



Tuan, sudah lama aku tak menulis tentangmu. Kini aku mencoba untuk menulisan kata-kata terakhir untukmu. Ya, mungkin ini adalah tulisan terakhir yang aku tulis mengenai Tuan. Tulisan bodoh dan tak berguna dari nona tolol yang tak pernah kau gubris lagi. Tulisan ini tentu saja tak pernah kau lihat, bahkan membukanya pun pasti enggan. 

Tapi, Tuan. Dari sini aku belajar untuk kuat. Aku mencoba untuk tak menangis saat menuliskan ini, meskipun air mata sudah tak sabar untuk dikeluarkan dari dalam hati yang berteriak-teriak seperti penjara yang penuh dengan narapidana jahat. 

Tuan, tahukah kau tentang penderitaan yang dialami oleh gadis kecil yang sering kau panggil dengan nona ini? Tahukah tuan tentang rasanya jatuh berkali-kali? Aku rasa tuan tak pernah tahu, bagaimana rasanya jatuh berkali-kali, menahan rindu, menahan tangis ketika pada akhirnya tuan pergi dengan seseorang yang tuan benar-benar inginkan, menahan rasa yang selalu terbendung dalam desak dada. Tuan pasti tak pernah tahu, yang kau tahu hanyalah aku selalu baik-baik saja dengan keadaan ini. 

Aku tak berani menatapmu lagi, setiap kita bertemu aku tak berani menatap matamu, aku takut jika aku menatap, air mata yang aku simpan ini akan keluar dihadapanmu. Itu sebuah alasan mengapa tiap kali bertemu aku selalu merunduk. Dan aku pun takut, jika saja aku menatap matamu, hati akan tersakiti dengan matamu yang kini sudah terisi dengan wanita lain. Wanita yang kau bangga-banggakan dari dulu, wanita yang tentu aku juga mengenalnya, wanita yang selalu kau ceritakan saat kita masih sama-sama berjuang untuk cinta yang terabaikan. Ya, aku masih ingat percakapan-percakapan kecil kita di sms, saling menceritakan orang yang kita sukai, saat aku belum membuka hati untukmu. Aku selalu ingat ketika kau menyuruhku untuk membuka hati, ketika kau menyuruhku untuk melupakan pria bodoh yang tak pernah peka. Masih ingatkah tuan? Saat canda tawa masih hangat menjadi makanan sehari-hari kita?

Aku selalu ingat sapaanmu “hai, nona.” Aku masih ingat, tuan. Ya aku masih ingat, dan aku tak menyangka bahwa semua itu menjadi kenangan yang harus kubuang jauh. Tapi aku tak bisa, tuan. Kenangan itu selalu tinggal dalam otakku, ia selalu memaksaku, mendesakku agar aku selalu mengingatnya. Sampai detik ini pun aku masih mengingatnya. Bukankah wanita adalah pengingat sejarah yang baik?  

Tuan, aku hanya gadis bodoh yang terlambat mengetahui keberadaanmu. Ya, aku selalu menyesalinya. Betapa bodohnya aku dulu, menyadari bahwa aku juga menyukaimu ketika kau sudah pergi. Betapa bodohnya aku, menyadari bahwa kau dulu mendekatiku, mencoba membuka hati untukku tapi aku terlalu sibuk mengkatup hati hingga aku tak pernah menyadari semuanya. Bodoh ya, tuan?  Benar-benar bodoh dan tolol. Mengapa cinta selalu datang terlambat, tuan? Mengapa cinta datang ketika semuanya sudah berubah? Semuanya sudah pergi dan hanya aku yang tersisa, dengan hati yang masih kau genggam. 

Lepaskan aku, tuan. Buat aku membencimu agar aku tak lagi mencintaimu. Ini sudah kedua kalinya engkau jatuhkan aku, tuan. Ini bukan salahmu, aku tak bisa melarangmu kau pergi dengan wanita barumu, bahkan sekarang kau pergi dengan wanita lampau yang selalu kau bangga-banggakan itu. Seandainya kau tahu seberapa dalam lukaku ketika tahu bahwa kau kembali dalam pelukkan wanita lampaumu, seandainya kamu paham seberapa besar rinduku, rindu pada percakapan sederhana kita yang selalu membuatku tertawa kecil ketika mengingatnya.

Aku tak menyangka, aku bisa mencintaimu sedalam ini. Dulu aku tak pernah menggubrismu, aku selalu berpendapat aku tak akan menyukaimu, karena katamu kita adalah sepasang kakak-adek. Tapi, bukankah cinta selalu membawa kejutan? Ia datang kepada orang yanag tak pernah disangka-sangka, bahkan kepada orang yang kita benci pun cinta dapat tumbuh. 

Aku selalu iri denanganmu, tuan. Jadi kamu itu selalu menyenangkan. Kau berjuang mati-matian lalu mendapatkan seseorang yang kamu inginkan, sedangkan aku, aku tak pernah seberuntung kamu, tuan. Aku sudah jatuh berkali-kali dan itu membuat aku lelah. 

Dan kini, tuan. Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. Tuan sudah mendapatkan wanita yang diidam-idamkan. Gadis kecil yang sering kau panggil nona ini, yang sering kau bilang kepada orang-orang bahwa kita ini adalah sepasang kakak-adek, harus mengikhlaskan kepergianmu, meskipun sebenarnya dia belum bisa melupakanmu. Walau sebenarnya juga, masih ada cinta di dalam hatinya, tapi dia berusaha tak lagi menggubris perasaannya sendiri, karena dia tahu; tuan sudah berada pada posisi ternyaman dengan wanita pilihannya. Dan ia pun hanya bisa bebas menertawai lukanya sendiri walau sesungguhnya dalam tawa itu ada tangisan yang menjerit-jerit kesakitan, HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH!!!
 

Sabtu, 07 September 2013

"Akan ada perpisahan setelah pertemuan. Mereka sudah ditakdirkan untuk berjodoh, kita tak bisa mengelak, inilah hidup."

"Bahwasanya perasaan dapat berubah sewaktu-waktu, namun ingatan dan kenangan tak dapat berubah sama sekali. Ia selalu tinggal di dalam otakmu."

"Hidup itu baik, penuh dengan kejutan dan rahasia-rahasia menarik didalamnya."

"Hidup adalah teka-teki. Kita tak akan tahu apa yang akan kita dapatkan dalam hidup ini."

Kamis, 05 September 2013

Selasa, 03 September 2013

"Kamu tak pernah tau bagaimana rasanya jatuh berkali-kali, yang kamu tau hanyalah aku selalu baik-baik saja."


Minggu, 25 Agustus 2013

Air Mata


Butir air dengan rasa asin menetes dari pucuk kelopak mata
Mengalir dalam pipi basah hendak pergi menuju dada
Engkau lukai mata hingga jatuh sebuah hujaman hebat yang sesak

Aku adalah buah penyesalan yang timbul dalam desak dada
Terluka oleh goresan pisau yang engkau toreh hingga perih terasa

Aku mengalir tanpa dosa
Timbul akibat penat dalam ruang hati yang tak berpenjara
Tetes demi tetes aku jatuh hingga sayup mata menampakan lenggahnya

Tidak bisakah engkau tak lukai perasaan agar aku berhenti mengalir
Daku pun punya letih dan lelah 

Yogyakarta
2013

Di Atas Sajadah





Di atas sajadah..
Aku menundukan kepala
Kening menyentuh bibir sajadah yang agung
Dan ia berkata: aku mencium bau dosa dari pikiranmu yang picik.

Sudah berapa lama aku tak mencium bau ini?
Aku benar-benar rindu bau wangi yang akan mengantarkanku ke surga
Wangi yang seharusnya kuciumi lima kali dalam sehari

Di atas sajadah..
Aku menumpahkan beribu-ribu liter air mata
Menumpahkan segala dosa dengan tangis yang tak terbendung
Terbayang-bayang dosa yang pernah kuperbuat pada-Mu
Rintihan tangis tumpah ruah dengan segala penyesalannya

Di atas sajadah..
Aku terbaring lemah tak berdaya
Kemudian bibir mengecup sajadah yang hening
Menyebut-nyebut asma-Mu yang agung

Kemudian bayangan sesosok orang besar mengerjam dalam mata
Terlihat ia memakai jubah putih berkainkan sutera
Mataku kabur tak dapat melihat dengan jelas

Semenit kemudian aku tak dapat melihat duniaku lagi
Yang aku lihat hanyalah cahaya putih dengan kemilau sinarnya.

-FNS-

Yogyakarta 2013

Sabtu, 24 Agustus 2013

Surat Embun




Senja bagai cinta yang temaram bagiku. Aku mencintainya.
Aku lahir di pagi hari. Tapi rapuh.
Aku mudah jatuh dan pecah.
Aku hanya mengandalkan daun sebagai tempatku bertahan.

Senja bagai rona keindahan bagi langit.
Aku tak pernah menemuinya, karena dia lahir aku sudah tiada, aku sudah pecah dan jatuh.

Senja bagai kolase kegembiraan yang hangat.
Aku mencintainya. Aku selalu berusaha bertahan demi melihatnya.
Namun, apa daya aku hanya ditakdirkan sebagai embun. Umurku tidak panjang dan rapuh.
Lalu purnama telah mengambilnya. Mengambil hati senja yang jingga.

-FNS-





Surat Senja




Aku ditakdirkan untuk menebar keindahan pada penutup sore hari.
Aku banyak dinanti dan dikagumi hamba-hamba yang bersahaja.
Sebuah kolase kebahagiaan berwarna jingga.

Tempatku di langit dan aku dapat melihat semuanya dari atas.
Melihat embun yang baru saja jatuh dari daunnya.
Bahkan aku dapat melihat purnama yang bersinar dengan eloknya.

Ya, aku mencintai purnama.
Purnama yang elok bersinar dengan tangguhnya.
Namun, ia selalu memandangiku saja.
Kita berada dalam satu tempat dan ketinggian yang sama, tapi ia hanya melihatku sesekali saja.

-FNS-

Surat Purnama




Malam, pekat dan gelap adalah tempatku bernaung.
Aku ditugaskan untuk menyinari alam pada gelapnya malam.
Aku adalah bulan bulat pada malam yang pekat.

Sinarku akan aku sebar kepada malam yang telah menuai kejahatan.
Agar terang menyinari pada gelap yang membisik jahat.
Agar hamba-hamba yang bersahaja itu dapat menggunakan sinarku untuk jalan pulang.

Aku berkedudukan tertinggi, aku dapat melihat semuanya dari atas.
Namun, aku tak mau congkak.
Aku hanya akan mencintai apa yang ada di bawahku.
Aku tak mau mencintai apa yang ada di sejajarku.

Aku hanya mencintai daun.
Namun, ia selalu sibuk mengurusi embun yang selalu mengabaikannya.
Ia tak pernah melihatku ke atas.

-FNS-