Tuan,
sudah lama aku tak menulis tentangmu. Kini aku mencoba untuk menulisan
kata-kata terakhir untukmu. Ya, mungkin ini adalah tulisan terakhir yang aku
tulis mengenai Tuan. Tulisan bodoh dan tak berguna dari nona tolol yang tak
pernah kau gubris lagi. Tulisan ini tentu saja tak pernah kau lihat, bahkan
membukanya pun pasti enggan.
Tapi,
Tuan. Dari sini aku belajar untuk kuat. Aku mencoba untuk tak menangis saat
menuliskan ini, meskipun air mata sudah tak sabar untuk dikeluarkan dari dalam
hati yang berteriak-teriak seperti penjara yang penuh dengan narapidana jahat.
Tuan,
tahukah kau tentang penderitaan yang dialami oleh gadis kecil yang sering kau
panggil dengan nona ini? Tahukah tuan tentang rasanya jatuh berkali-kali? Aku
rasa tuan tak pernah tahu, bagaimana rasanya jatuh berkali-kali, menahan rindu,
menahan tangis ketika pada akhirnya tuan pergi dengan seseorang yang tuan
benar-benar inginkan, menahan rasa yang selalu terbendung dalam desak dada.
Tuan pasti tak pernah tahu, yang kau tahu hanyalah aku selalu baik-baik saja
dengan keadaan ini.
Aku
tak berani menatapmu lagi, setiap kita bertemu aku tak berani menatap matamu,
aku takut jika aku menatap, air mata yang aku simpan ini akan keluar
dihadapanmu. Itu sebuah alasan mengapa tiap kali bertemu aku selalu merunduk. Dan
aku pun takut, jika saja aku menatap matamu, hati akan tersakiti dengan matamu
yang kini sudah terisi dengan wanita lain. Wanita yang kau bangga-banggakan
dari dulu, wanita yang tentu aku juga mengenalnya, wanita yang selalu kau
ceritakan saat kita masih sama-sama berjuang untuk cinta yang terabaikan. Ya,
aku masih ingat percakapan-percakapan kecil kita di sms, saling menceritakan
orang yang kita sukai, saat aku belum membuka hati untukmu. Aku selalu ingat ketika
kau menyuruhku untuk membuka hati, ketika kau menyuruhku untuk melupakan pria
bodoh yang tak pernah peka. Masih ingatkah tuan? Saat canda tawa masih hangat
menjadi makanan sehari-hari kita?
Aku
selalu ingat sapaanmu “hai, nona.” Aku masih ingat, tuan. Ya aku masih ingat,
dan aku tak menyangka bahwa semua itu menjadi kenangan yang harus kubuang jauh.
Tapi aku tak bisa, tuan. Kenangan itu selalu tinggal dalam otakku, ia selalu
memaksaku, mendesakku agar aku selalu mengingatnya. Sampai detik ini pun aku masih
mengingatnya. Bukankah wanita adalah pengingat sejarah yang baik?
Tuan,
aku hanya gadis bodoh yang terlambat mengetahui keberadaanmu. Ya, aku selalu
menyesalinya. Betapa bodohnya aku dulu, menyadari bahwa aku juga menyukaimu
ketika kau sudah pergi. Betapa bodohnya aku, menyadari bahwa kau dulu
mendekatiku, mencoba membuka hati untukku tapi aku terlalu sibuk mengkatup hati
hingga aku tak pernah menyadari semuanya. Bodoh ya, tuan? Benar-benar bodoh dan tolol. Mengapa cinta
selalu datang terlambat, tuan? Mengapa cinta datang ketika semuanya sudah
berubah? Semuanya sudah pergi dan hanya aku yang tersisa, dengan hati yang
masih kau genggam.
Lepaskan
aku, tuan. Buat aku membencimu agar aku tak lagi mencintaimu. Ini sudah kedua
kalinya engkau jatuhkan aku, tuan. Ini bukan salahmu, aku tak bisa melarangmu
kau pergi dengan wanita barumu, bahkan sekarang kau pergi dengan wanita lampau
yang selalu kau bangga-banggakan itu. Seandainya kau tahu seberapa dalam lukaku
ketika tahu bahwa kau kembali dalam pelukkan wanita lampaumu, seandainya kamu
paham seberapa besar rinduku, rindu pada percakapan sederhana kita yang selalu
membuatku tertawa kecil ketika mengingatnya.
Aku
tak menyangka, aku bisa mencintaimu sedalam ini. Dulu aku tak pernah
menggubrismu, aku selalu berpendapat aku tak akan menyukaimu, karena katamu
kita adalah sepasang kakak-adek. Tapi, bukankah cinta selalu membawa kejutan?
Ia datang kepada orang yanag tak pernah disangka-sangka, bahkan kepada orang
yang kita benci pun cinta dapat tumbuh.
Aku
selalu iri denanganmu, tuan. Jadi kamu itu selalu menyenangkan. Kau berjuang
mati-matian lalu mendapatkan seseorang yang kamu inginkan, sedangkan aku, aku
tak pernah seberuntung kamu, tuan. Aku sudah jatuh berkali-kali dan itu membuat
aku lelah.
Dan
kini, tuan. Kau sudah mendapatkan apa yang kau inginkan. Tuan sudah mendapatkan
wanita yang diidam-idamkan. Gadis kecil yang sering kau panggil nona ini, yang
sering kau bilang kepada orang-orang bahwa kita ini adalah sepasang kakak-adek,
harus mengikhlaskan kepergianmu, meskipun sebenarnya dia belum bisa
melupakanmu. Walau sebenarnya juga, masih ada cinta di dalam hatinya, tapi dia
berusaha tak lagi menggubris perasaannya sendiri, karena dia tahu; tuan sudah
berada pada posisi ternyaman dengan wanita pilihannya. Dan ia pun hanya bisa
bebas menertawai lukanya sendiri walau sesungguhnya dalam tawa itu ada tangisan
yang menjerit-jerit kesakitan, HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH!!!